My photo
Tangerang, Banten, Indonesia

Blog Archive


Saturday, May 05, 2007

Memaafkan

Memaafkan, hm... bagi sebagian orang, hal itu terasa amat sulit, dan bagi sebagian orang lagi tidaklah terlalu sulit tetapi juga tidak gampang-gampang amat untuk mengesampingkan ego dan berbesar hati mengampuni kesalahan orang lain yang menyakitkan tentunya.

Naluri manusia cenderung protektif, bahkan ofensif terhadap sesuatu yang membahayakan dan menyakitinya, dan pengalaman hidup sering mempertajam naluri itu. Kita cenderung untuk membalas apa yang orang lakukan terhadap kita dengan perlakuan lebih, minimal setimpal.

Saya sering mendengar beberapa orang mengatakan : "Saya bisa sangat baik terhadap seseorang kalau dia baik terhadap saya, tapi jangan salah, saya juga bisa lebih jahat terhadapnya kalau dia jahat terhadap saya." (Saya ndak pernah habis pikir, mengapa begitu bangganya mereka mengatakan seperti itu hanya untuk menunjukkan ke-aku-annya, rasa ingin dihormati dan dihargai mungkin...) Pada kenyataan selanjutnya, terbukti kalau orang-orang dengan sikap semacam ini adalah orang yang paling sulit memaafkan orang lain.

Saya melihat bagi orang yang memiliki bagian untuk memaafkan, tetapi tidak melakukannya sebenarnya sedang menyakiti dirinya sendiri, di samping orang yang seharusnya dimaafkannya.

Pertama, dia memupuk ketidakbaikan di dalam dirinya sendiri. Dia memberi kesempatan bagi si 'jahat' untuk menguasainya, melambungkan keegoannya dan mengabaikan kasih yang sebenarnya bisa lebih kuat dan sudah tertanam jauh di dalam dirinya. Lambat laun, dia akan menyadari kalau ini akan menyiksanya, karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk kasih.

Kedua, dia menghukum orang dalam kesalahannya. Membiarkan yang bersalah terpuruk dalam penyesalan akan kesalahan dan menyadari bahwa itu tak termaafkan adalah hukuman terberat bagi psikologisnya. Kebahagiaan terbesar bagi orang yang bersalah adalah merasa termaafkan. Yesus adalah teladan terbaik bagaimana kita seharusnya mengampuni sesama kita. Dia pun (atas nama Bapa) menunjukkan kalau Allah, Yang Maha Besar itu bersedia untuk mengampuni kita dan memberi kita kebahagiaan sejati karena pengampunan itu, mengapa kita, manusia, tidak mau melakukannya bagi sesama kita? Daud pernah mengungkapkan kebahagiaan semacam ini dalam mazmurnya:

"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi. Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan dan yang tidak berjiwa penipu." (Mazmur 32:1-2).

Dengan pemberian maaf yang total, yang bersalah mendapat pemulihan, memiliki kesempatan untuk memperbaiki apa yang salah dan dari situ ia dapat berkembang dalam kasih dalam hubungannya dengan sesama.

Memaafkan, dalam arti menyeluruh - memaafkan, melupakan dan memberi kesempatan (seorang kawan menyebutnya PAKET PERDAMAIAN) -, adalah buah dari kasih. Bukti bahwa kasih bertahta di dalam kita. Bukti bahwa kita sungguh mengasihi Allah. Bagaimana kita berelasi dengan sesama, begitulah relasi kita dengan Allah. Mengasihi sesama (termasuk selalu adanya paket 'perdamaian' di dalamnya) adalah bukti konkret kita mengasihi Allah.

Adalah sebuah kebohongan besar bila kita katakan mengasihi Allah tanpa mengasihi manusia, dan kesia-siaan belaka beribadah kepada-Nya dengan hati yang tidak bersih karena relasi kita yang tidak beres terhadap sesama. Tentu ibadah kita menjadi tidak layak di hadapan-Nya.

Dalam ajaran dan visi dasar Yesus, tempat utama untuk bertemu dengan Tuhan adalah di dalam orang lain, termasuk musuh-musuh kita. Dia memberi perintah kepada kita agar kita jangan mempersembahkan sesuatu kepada Allah jika tidak dan sampai kita telah berdamai dengan sesama (Mat. 23-26). Akhirnya, Yesus menekankan bahwa kita tidak dapat mengharapkan pengampunan untuk dosa-dosa kita, jika kita tidak bersedia mengampuni mereka yang telah bersalah kepada kita (Mat. 6:12).

Jadi, teman-temanku terkasih, mari kita selalu memohon kasih, kekuatan dan rahmat Allah untuk tetap tinggal dalam kasih dan setiap saat mampu mengampuni sesama kita yang bersalah terhadap kita. Dengan berserah kepada-Nya, kita mampu melakukannya.

Amin.

No comments: