My photo
Tangerang, Banten, Indonesia

Blog Archive


Thursday, July 06, 2006

Pengampunan

Kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah sebuah peristiwa tragis yang memisahkan kita dari Allah. Hal ini dimulai dari nenek moyang kita, Adam dan Hawa (kitab Kejadian) yang membawa “luka” dalam hubungan manusia dengan Allah, dan menjadikan keadaan kita memiliki kecenderungan untuk melakukan dosa. Perbuatan dosa adalah suatu sikap penolakan terhadap cinta kasih dan kebaikan Allah, pelanggaran terhadap kehendak-Nya. Dengan berbuat dosa, manusia mengalami keterpisahan dalam persekutuan dengan Allah Yang Maha Kudus (Yes. 59:1-2), dan kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Dengan berdosa, manusia menempatkan dirinya sendiri dalam beban Allah, dan membuatnya tidak mampu lagi memperoleh keselamatan usahanya sendiri. Dan untuk itu, manusia membutuhkan pengampunan dan bimbingan Allah.

Pengampunan adalah kebutuhan mutlak manusia untuk memperoleh keselamatan. Dengan pengampunan, manusia memperoleh penerimaan kembali - suatu kebutuhan rohani mendasar dalam kodrat kemanusiaannya - setelah pelanggarannya diakui dan kemudian diikuti dengan pemulihan hubungan yang sempat rusak karena pelanggaran itu.
Memperoleh pengampunan Allah berarti memperoleh jalan yang terbuka lebar untuk kembali ke dalam hubungan iman manusia kepada Allah yang akan membawa manusia menuju kepada keselamatan.

Daud dalam mazmurnya mengungkapkan kebahagiaan manusia yang memperoleh pengampunan. “Berbahagia” karena “diterima kembali” oleh Allah setelah pengakuannya yang jujur di hadapan Allah.. “Berbahagia” merasa dipulihkan oleh Allah dan kembali ke dalam persekutuan pribadi dengan-Nya - Allah yang sungguh penuh kasih setia - yang akan membimbingnya ke dalam keselamatan dan kebahagiaan kekal.

32:1 Dari Daud. Nyanyian pengajaran.Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!
32:2 Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!
32:3 Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari;
32:4 sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas. Sela
32:5 Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Sela
32:6 Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu, selagi Engkau dapat ditemui; sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya.
32:7 Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak. Sela
32:8 Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.
32:9 Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau.
32:10 Banyak kesakitan diderita orang fasik, tetapi orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia.
32:11 Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur! (Mzm 32:1-11)


Keseluruhan kitab suci adalah suatu kesaksian yang jelas tentang pengampunan Allah. Dia ingin menampilkan diri-Nya sebagai: “Penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih dan setia-Nya, dan setia-Nya yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa…” (Kel. 34:6-7).

Di hadapan Allah, manusia mengetahui bahwa dirinya adalah pendosa. Dengan kesadaran bahwa di dalam Allah ada pengampunan, manusia terdorong untuk memohon pengampunan-Nya dengan kepercayaan yang penuh akan kasih setia-Nya yang kudus (Kel. 20:6).

130:3 Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?
130:4 Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang. (Mzm. 130:4)


Pengampunan adalah suatu wujud dari kasih Allah terhadap manusia. Allah tidak menghendaki kematian dan kebinasaan bagi para pendosa, tetapi Dia menginginkan agar mereka bertobat dan menjadi selamat (2 Pet. 3:9).


Syarat Pengampunan

Lalu bagaimana cara agar setiap pendosa memperoleh pengampunan-Nya? Dalam Ibrani 9:22, dikatakan “tanpa penumpahan darah, tidak ada pengampunan." Dalam Perjanjian Lama diperlukan korban domba yang tak bercacat untuk meredakan murka Allah. Yesus, Anak Domba Allah yang tak berdosa, mati di kayu salib dan dilambangkan sebagai korban penebusan dosa. Yesus telah memberikan diri-Nya sebagai Pendamai, Penghubung manusia dengan Allah dalam relasi yang dipulihkan kembali seperti pada awal mulanya.

"Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar supaya Ia membawa kita kepada Allah." (1 Petrus 3:18a)

"Sebab di dalam Dia dan oleh darahNya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kasih karuniaNya." (Efesus 1:7)


Langkah terutama yang merupakan syarat pertama untuk memperoleh pengampunan adalah pertobatan yang tulus yang diawali dengan pengakuan dosa. Melihat pada kebutuhan akan pengampunan, kita mengetahui dosa yang tidak diakui dapat memisahkan hubungan kita dengan Allah. Pengakuan adalah jalan untuk memulihkan hubungan kita dengan Allah, karena walau kita tidak setia, Ia tetap setia (2 Timotius 2:13).

"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yoh 1:9).

Pengakuan dosa yang diikuti pertobatan, - sikap perubahan diri dengan berpaling dari dosa kita dan berbalik kepada Allah – adalah syarat mutlak untuk memperoleh pengampunan dari-Nya.

"Karena itu beginilah jawab Tuhan: "Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan dihadapan-Ku." (Yeremia 15:19a).

Syarat kedua adalah pengampunan terhadap sesama. Pengampunan Allah atas manusia tidak bisa dipisahkan dari hubungan kita dengan sesama. Pengampunan Allah atas manusia memiliki kaitan erat dengan pengampunan antar sesama manusia sebagai suatu syarat.

"Karena jika kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tapi jika kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14,15)

yang sekaligus juga merupakan konsekuensi lanjutan dari pengampunan yang kita terima dari Allah,

"Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32

Pengampunan kita terhadap sesama bukanlah suatu kelemahan, melainkan kekuatan cinta, kemenangan atas dosa dan permulaan dari suatu hubungan yang diperbaharui. Pengampunan terhadap sesama juga adalah suatu tanda kebesaran dan kerendahan hati serta implementasi iman kita kepada Allah.

Allah menginginkan hubungan yang sempurna antara manusia dengan-Nya dalam sikap dan tindakan konkret, termasuk dalam hubungan horisontal kita dengan sesama sebagai wujud iman kita yang didasari oleh hukum kasih-Nya (Mat. 22:39). Dia menginginkan kita mengasihani sesama seperti Allah mengasihani kita (Mat. 18:23-35). Dia menginginkan kita sempurna sama seperti Bapa (Mat. 5:48).

Yesus berkali-kali mengkaitkan pengampunan Allah dengan pengampunan kita terhadap sesama. Dalam perumpamaan orang berpiutang yang tak berbelas kasih, Dia sangat mendesak adanya suatu tugas untuk mengampuni (Mat. 18:23-25). Dalam kotbah di atas bukit, Dia berulang kali menyatakan adanya kewajiban untuk mengasihi musuh dan bahkan mengampuni mereka.

5:46 Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?
5:47 Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?
5:48 Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Mat. 5:46-48)


6:36 Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."
6:37 "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. (Luk. 6:36-37).


Dia memerintahkan Petrus agar mengampuni tidak hanya sebanyak tujuh kali saja, tetapi tujuh puluh kali tujuh kali (Mat. 18:22). Yesus juga mengajarkan pengampunan melalui perumpamaan domba yang hilang, mata uang yang hilang dan anak yang hilang (Luk. 15). Dia sendiri juga mengampuni seorang pezinah dan orang yang lumpuh (Yoh. 8; 3:11). Di atas kayu salib, Dia bahkan mengumandangkan doa kepada Bapa-Nya bagi orang-orang yang telah menyalibkan-Nya, “Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat…” (Luk. 23:34), Dan setelah kebangkitan-Nya dari kematian, Yesus mempercayakan pada pengikut-Nya suatu misi pengampunan (Luk. 24:47) dan memberi mereka kekuatan untuk mengampuni dalam nama-Nya (Yoh. 20:23).

Bila Allah telah mengampuni, maka seluruh dosa telah dibuang jauh-jauh, dihancurkan, dan dilemparkan dari bahu orang tersebut dan tidak berbekas lagi (Kel. 32:32, Yes. 1:18), bahkan meskipun manusia itu sendiri masih mengingat bahwa dirinya adalah seorang pendosa (Rm. 3:25, II Kor. 5:19). Pengampunan Allah adalah kebangkitan dari kejatuhan manusia dalam dosa. Pengampunan Allah membawa kebahagiaan kepada manusia (Mzm. 32:1-2), memberikan kita kehidupan baru, karena Dia tidak akan pernah mengungkit-ungkit hidup lama kita yang terbelenggu dosa, melainkan tidak mengingat dan menghapus semua kesalahan kita (Yes. 43:25). Pengampunan-Nya juga mengangkat kita dari dosa (Mzm. 103:12), dan memampukan kita untuk mengampuni diri sendiri, seperti halnya rasul Paulus:

3:13 Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,
3:14 dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus (Filipi 3:13-14)

1 comment:

cKAja said...

bagus postingannya! Thanks